MEMAKNAI HARI KELAHIRAN PEMIMPIN UMAT ISLAM


Di sebuah acara walimah pernikahan, seorang anak terlihat asyik mendengarkan lagu yang diputar. Saking asyiknya sang anak tersebut turut bernyanyi seirama lantunan lagu sambil mengangguk anggukkan kepalanya:
“Engkau mengenalnya! Insan yang utama, Siapakah kiranya? Lelaki pilihan menjadi utusan”
Apakah anda mengenali lirik lagu di atas?Ya, tak salah lagi, lagu tersebut adalah salah satu lagu penyanyi kondang Haddad Alwi feat Duta Sheila on 7. Siapapun anda jika mengaku muslim pasti mengenal sosok fenomenal bernama Muhammad Saw. yang telah mengubah jalan hidup milyaran umat manusia. Sukses di jalan dakwah, keluarga, maupun di pemerintahan, tak mengherankan jika Michael H. Hart menempatkan beliau pada urutan teratas dari seratus tokoh yang paling berpengaruh di dunia.
Sejarah mencatat hari paling bersejarah di dunia. Tatkala seorang utusan akhir zaman lahir untuk mendengungkan kebenaran, memecah kebodohan,dan mendobrak ketidakadilan. Memasuki hari ke-12 bulan Rabi’ul Awwal tahun gajah, Muhammad terlahir dari kabilah Arab ternama kala itu, yaitu kabilah Quraisy yang teramat disegani oleh kabilah -kabilah lainnya, terlahir di hari yang dimana raja Abrahah datang dengan pasukan bergajah guna meruntuhkan ka’bah.
Saat ini umat Islam se-dunia, tengah memperingati hari dimana baginda kita Muhammad SAW dilahirkan. Acara berbasis keislaman dan ubudiyah digelar di seantero negeri, baik di surau-surau pojok desa, mesjid-mesjid kota, bahkan pengajian akbar sekaliber nasional. Dengan peringatan ini, diharapkan kita dapat menghayati beratnya perjuangan beliau dalam menyebarkan syariat Islam sehingga tumbuh rasa cinta kita terhadap beliau.
Mengenai keistimewaan kelahiran Rasulullah Saw, Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya bahwa pada setiap hari Senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu disebabkan kegembiraannya menyambut kelahiran Rasulullah Saw sampai-sampai dia mengharuskan dirinya untuk memerdekakan budaknya yang bernama Tsuwaibatul Al-Aslamiyah. Jikalau saja seorang Abu Lahab yang sudah jelas-jelas dikutuk di dalam Al Qur’an diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan kita selaku umat Islam?
Jika ditilik melalui kacamata sejarah, peringatan Maulid Nabi pertama kali diadakan pada zaman dinasti Fatimiah oleh Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. - w.630 H.), seorang gubernur Irbil, di Irak. Pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193), tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid ini. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan umat kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin yang sedang terlibat dalam Perang Salib memperebutkan kota Yerusalem.
Dalam perayaan tersebut, para pujangga berlomba-lomba menggubah syair dan karya sastra yang mengisahkan kelahiran Rasulullah Saw. untuk menyalakan semangat juang. Salah satu karya sastra fenomenal yang muncul pada abad tersebut adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi SAW dalam bentuk natsr (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, torehan tinta syeikh Barzanji masih sering dilantunkan dan dibaca bersama-sama dalam acara peringatan maulid Nabi kita SAW
Namun sungguh miris jika kita menelisik potret sebagian dari saudara kita yang masih terkontaminasi perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat dalam memaknai hari bersejarah umat Islam sedunia ini. Marilah sejenak kita tengok saudara kita di Banten, ribuan orang mendatangi kompleks Masjid Agung Banten yang terletak 10 km arah utara pusat Kota Serang. Mereka berziarah ke makam para sultan secara bergiliran, salah satunya makam Sultan Hasanuddin. Sebagian di pengunjung berendam di kolam masjid, konon supaya mendapat berkah. Bahkan ada di antara mereka yang sengaja mengambil air kolam tersebut untuk dibawa pulang sebagai obat. Di Cirebon, pada tanggal 11-12 Rabiul Awal banyak orang Islam datang ke makam Sunan Gunung Jati, salah seorang anggota wali songo, penyebar agama Islam di kawasan Jawa Barat dan Banten. Biasanya di Keraton Kasepuhan diselenggarakan upacara Panjang Jimat, yakni memandikan pusaka-pusaka keraton peninggalan Sunan Gunung Jati. Banyak orang berebut untuk memperoleh air bekas cucian tersebut, karena dipercaya akan membawa keberuntungan.
Berziarah ke makam para wali memang tidak dilarang, namun yang sangat disayangkan adalah meminta sesuatu bukan kepada Allah dan menganggap suatu benda tak bernyawa (semisal air kolam dan air bekas cucian benda pusaka) sebagai sumber keberkahan. Fakta-fakta di atas jelas menggambarkan bahwa keimanan kita kepada sang pencipta Allah SWT perlu dibenahi, tentang tipisnya pondasi asasi keislaman, tentang mudahnya saudara kita terjebak dalam jurang kesyirikan. Semoga Allah SWT senantiasa memelihara akidah dan menetapkan pijakan tapak langkah kaki kita ke depan guna menggapai ridha-Nya, amîn yâ rabba'l ‘âlamîn.
Berpatok dari ketiadaan Ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi yang memerintahkan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad, kaum Wahabi dan Salafi mengklaim bahwa peringatan Maulid Nabi termasuk bid’ah yang haram diadakan, namun Abu Shamah (guru Imam Nawawi) berkata: ”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah SAW, dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, menyantuni fakir miskin. Sesungguhnya itu semua adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah SAW dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah SAW kepada seluruh alam semesta”
Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Pertama adalah yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, perilaku para sahabat nabi, dan kesepakatan ulama, maka sesuatu tersebut termasuk bid’ah yang sesat. Adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik). (Fathul Bari, juz XVII: 10)
Semoga dengan diperingatinya hari kelahiran pemimpin umat Islam ini kita mampu melihat sejarah dari awal mula disebarkannya syariat Islam serta dapat mengambil hikmah. Hingga pada akhirnya, kecintaan kita terhadap utusan akhir zaman yang amat sangat kita harapkan syafaatnya di hari kiamat kelak, dan pada akhirnya Allah SWT menempatkan kita pada deretan orang orang beriman di padang mahsyar, amîn yâ rabba'l ‘âlamîn.

*Diterbitkan di Lembar Jum'at DIMENSI yang terbit di Indonesia Edisi 1, Jum'at 3 Maret 2008

Friday, March 21, 2008

Persimpangan Cairo - London; Sebuah Batas Antara 1 Jam dan 60 Menit


Dalam sebuah ceramah kerohanian di suatu Kampus Universitas Islam Swasta, Bapak KH Hasan Abdullah Sahal (Pimpinman Pondok Modern Darussalam Gontor) mendapat pertanyaan dari salah seorang mahasiswa, pertanyaannya cukup simple namun terkesan rumit dan mendesak, pertanyaan tersebut adalah : “ Pak Kiyai adakah ayat Al Qur’an yang memerintakahkan manusia untuk menghargai waktu yang dimilikinya? Bila kita telisik potret masyarakat Barat terkesan lebih menuhankan waktu daripada tuhannya sendiri? Apakah islam juga mengajarkan hal yang sama akan penghargaan sebuah waktu? Terlihat kerutan di dahi Bapak Pimpinan tatkala dihadapkan dengan pertanyaan ini, nampaknya sang mahasiswa memiliki daya kritis dan rasa ingin tahu yang cukup tinggi, senyum tipis Bapak KH. Hasan Abdullah Sahal turut menjadi saksi saat beliau menjawab dengan begitu tenangnya, “nak bolehkah saya bertanya dahulu sebelum saya jawab pertanyaan kamu?” mahasiswa berkulit sawo matang itu menjawab “boleh pak kyai” pak hasan melanjutkan : “nak! Dimanakah kamu menempuh pendidikan dasar? Di SD kah? Atau MI? “Mahasiswa tersebut menjawab “ di MI pak Yai” kemudian pak Hasan menjawab dengan sangat tenang tampaklah dari sini kewibawaan seorang pimpinan dari cara bertuturnya “nah sekarang dengarkan baik baik, ayat al qur’an yang kamu tanyakan sangatlah familiar di telinga kamu sampai sampai kamu membacanya tiap hari sebelum ibu guru mengizinkanmu pulang untuk menikmati makan siang orang tuamu dirumah, ya’ benar sekali, ayat itu adalah permulaan surat al kautsar yang berbunyi, “wal Ashry……….” Begitu agungya akan pernghargaan sebuah waktu, hingga Allah bersumpah atas nama waktu, dan masih banyak lagi permulaan ayat al qur’an yang mengindikasikan akan penghargaan sebuah waktu, bahkan surat tersebut dinamakan dengan bagian dari waktu, seperti wallaili, (permulaan surat al lail), wad dhuhaa (permulaan surat ad dhuha), jikalau sesuatu yang namanya waktu begitu remeh dimata Islam, mengapa Allah SWT mengawali beberapa suratnya dengan bersumpah atas nama waktu? Banyak lagi ayat Al qur’an yang mengintruksi kita supaya bertindak begitu sigap dan cermat dalam segala hal salah satunya adalah: wa idzaa faroghta fan shob wa ilaa robbika far ghob” sangat jelas disini instruksi Allah SWT terhadap manusia untuk memanfaatkan seefektif mungkin waktu yang dimilikinya agar di kemudian hari tidak binasa dan tergilas oleh waktu.

Unik memang jika kita mencermati dinamika masyarakat mesir, interpretasi dari bukroh dan ba’da usbhu’ jauh melenceng dari makna harfiahnya, bukroh yang secara harfiah berarti esok hari mengalami penyimpangan makna yang cukup mendasar, bukroh bias berarti satu minggu atau bahkan satu bulan, bila bukroh saja bermnakna satu minggu, bisa dibayangkan berapa bulan arti dari usbu’? Nampaknya ini sudah bukan lagi sebuah “secret prifacy” dan telah berevolusi menjadi hukum adat, sebagaimana tersebut dalam kaidah dasar ushul fiqh; “al aadah muhakkamah” berjubelnya kafe di setiap sudut kota mengindikasikan akan kegemaran warga dalam menghamburkan waktu yang ada, hingga “nongkrong sambil menikmati secangkir the panas dengan sisha rasa tuffah menjadi pilihan alternative dalam mengisi kekosongan, berawal dari sini pula pengamat perkembangan Negara menjatauhkan klaim yang begitu miris terhadap mesir tentang stagnansi Negara yang tak berkembang padahal telah berumur ribuan tahun, sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara “seumur jagung” yang sangat menghargai makna sebuah waktu; kita ambil contoh sebuah Negara beriklim subtropis di Eropa yaitu Inggris, pemandangan pejalan kaki berjas dan berdasi yang berjalan tergesa gesa sesekali melirik ke arah jam tangan sudah biasa di saat jam jam sibuk, janji akan kehadiran pada waktu yang disepakati menjadi sebuah kontrak tak tertulis yang sungguh sebuah kenaïfan jikalau sampai tak terpenuhi, penulis sempat dibuat tercengang dan meringis tatkala dengan jelas terbukti tidak mampu membayar sebuah hutang janji ketepatan waktu, yang dimana penulis terlambat 10 menit dari waktu yang disepakati, nampaknya hukum adat ketepatan waktu telah berlaku dan mendarah daging di negeri yang menjadi patokan standar waktu internasional, satu jam berarti 60 menit dan saru menit terdiri dari 60 detik tidak lebih dan tidak kurang! Inilah yang tertanam dalam diri tiap individu yang dimana hukum adat tentang ketepatan sebuah waktu berlaku. Berbeda dan sangat jauh berbeda dengan negri Seribu Menara, makna satu jam, bukroh, dan bakda usbu’ masih kabur bahkan tidak jelas!!

Dampak dari tafsir bukroh dan bakda ushbu’ sedikit tidak turut mempengaruhi aktivitas mahasiswa kairo dalam memahami waktu, acara dengan undangan bakda dhuhur berarti dimulai bakda ashar, undangan ba’da ashar dimulai setelah maghrib atau bahkan setelah isya’ baru dimulai, begitu pula seterusnya, seorang teman penulis yang baru tinggal satu bulan di kairo menceritakan pengalamannya dalam menghadiri sebuah acara, waktu acara tertulis di pamphlet jam 4 sore, dikala itu dia telah terlambat setengah jam, karena takut terlambat dia rela merogoh saku lebih guna naik taksi dengan harapan dapat menghadiri acara tepat waktu, namun dia tercengang sesampainya ditempat tujuan, jangankan acara dimulai, background acarapun belum terpasang!, pengunduran waktu acara dari jadwal yang tertulis di kertas undangan ataupun pamphlet iklan mungkin bisa dipahami dengan adanya beberapa kendala transportasi dan lain sebgainya, namun tentunya kita berharap adat yang telah menjadi hukum ini tidak terbawa pulang ke tanah air, bias kita bayangkan jika seorang alumni universitas ternama di dunia menghadiri undangan setelah sholat maghrib sementara di kertas undangan tertulis bakda dhuhur, runtuhlah citra azhary yang telah dibangun sedemikian rupa oleh para alumnusnya.

Mungkin anda teringat teori relativitas waktu yang dicetuskan oleh Albert Enstein, seorang ilmuwan ternama yang menyesal karena telah menemukan tenaga nuklir dikarenakan penemuannya digunakan untuk memusnahkan penduduk Hiroshima dan Nagasaki 68 tahun silam, sampai sekarangpun para fisikiawan masih mengerutkan dahi, kebingungan akan teori yang belum terpecahkan hingga detik ini, begitu berharganaya makna sebuah waktu dimata mereka hingga tercetus teori khusus tentang waktu, tulisan ini tidak menuntut pembaca supaya mencetuskan teori waktu dari sisi lain, namun setidaknya kita mampu menjadikan kaum lain sebagai cerminan akan penghargaan sebuah waktu

*Diterbitkan di buletin informatika edisi 132 15 Maret - 30 maret 2008

Saturday, March 15, 2008

Infiltrasi Pemikiran Menyimpang Dalam ISLAM


Seorang wanita berjilbab rapi tampak sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang guru berkata, “Saya punya permainan… Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah Kapur!”, jikasaya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!”.
Murid-muridnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. Beberapa saat kemu dian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”.

Dan dijalankanlah adegan seperti tadi, tentu saja murid-murid kerepotan dan kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya. Namun lambat laun, mereka bisa beradaptasi dan tidak lagi sulit. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. “Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk membalik sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mung kin akan sulit bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai mengikutinya.
“Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik nilai. Pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian mini menjadi hal yang lumrah, sex before married menjadi suatu hiburan, materialistis dan permisive kini menjadi suatu gaya hidup pilihan, tawuran menjadi trend pemuda… dan lain-lain.” Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Ibu Guru kepada murid-muridnya. “Paham buu…”

“Baik permainan kedua…” begitu Bu Guru melanjutkan. “Bu Guru punya Qur’an, Ibu letakkan di tengah karpet. Nah, sekarang kalian berdiri di luar karpet. “Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah tanpa menginjak karpet?”
Nah, nah, nah. Murid-muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan tongkat, dan lain-lain. Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya, dan ia ambil Qur’annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet.
“Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya… Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan… Karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Premanpun tak akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar.”
“Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, lemari disingkirkan dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam terang terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mencopot kalian. Mulai dari perangai kalian, cara hidup kalian, model pakaian kalian, dan lain-lain, sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka… Dan itulah yang mereka inginkan.”
“Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (invasi pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kalian… Paham anak-anak?” “Paham buu!”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, Bu?” tanya seorang murid. “Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi.”
“Begitulah Islam, Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya ambruk. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar.” Kalau saja ummat Islam di Ambon tidak diserang, mungkin umat Islam akan lengah terhadap sesuatu yang sebenarnya selalu mengincar mereka. Paham anak-anak?” “Paham Buu..”

“Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang…” Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

Monday, March 10, 2008

Popularitas yang dibayar tak sepadan harga


TOLONG BACA DAN JANGAN COBA 2X IKUT
WALAU PUN HANYA Rp 2000 MAKANYA BACA OK

Dapat dari milis tetangga.... .....


Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari kehidupan mereka.
Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan.
Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka sanggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin aja.

Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 2005) yang tere lim inasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit mahal RP 500..000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kos itu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem and kehidupan glamor, lha makan aja susah.

Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, dll.
Mereka terikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah.

Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.

Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak Indonesia dijanjikan ketenaran dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi. Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.

Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela antre berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini. Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.

Mungkin ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu ke media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup mereka yang kontras dengan image publik kayanya menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar anak-anak dan orang tua di Indonesia kaga tertipu lebih banyak lagi.


JUDI SMS MENGGILAAAA ......

Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara kontes-kontesan. Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni Terakhir, KDI, Putri Cantrik, dsb. Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit penyanyi terbaik. Acara ini hanya sebagai kedok. Bisnis sebenarnya adalah SMS premium.

Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum – setidaknya sampai saat ini.
Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS biayanya anggaplah-- Rp 2000. Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk penyelenggara SMS Center (Satelindo, Telkomsel, dsb). Sisanya yang 40% untuk "bandar" (penyelenggara) SMS. Siapa saja bisa jadi bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet nonstop 24 jam per hari dan membuat program aplikasinya. Jika dari satu SMS ini "bandar" mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone?

Saya yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp 80.000.000.000 (baca: Delapan puluh milyar rupiah).
Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ? rumah senilai 1 milyar, itu artinya bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang diraupnya sebagai "biaya promosi"! Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS hanya sekali.

Masyarakat diminta mengirimkan SMS sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan "siapa tahu" mendapat hadiah.
Kata "siapa tahu" adalah untung-untungan, yang mempertaruhkan pulsa handphone. Pulsa ini dibeli pakai uang.
Artinya : Kuis SMS adalah 100% judi.

Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya pikir menyesatkan. Pemirsa televisi diminta menebak, "buka" atau "sahur", lalu jawabannya dikirim via SMS. Ada embel-embel gratis. Ada kata, "dapatkan handphone... " Saya bilang ini menyesatkan, karena pemirsa televisi bisa menyangka : "Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis (toll free), saya bisa mendapat handphone gratis".

Kondisi ini sudah sangat menyedihkan. Bahkan sangat gawat. Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB. Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak panah, sekarang orang bisa berjudi, hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat handphone!

"HIDUP ITU TAK SELALU INDAH, TAPI YANG INDAH TETAP HIDUP DALAM KENANGAN"